Rabu, 21 Mei 2008

WONG MATI SAJA KOK SUSAH

WONG MATI SAJA KOK SUSAH
by elha 16.05.2008

Getaran HP mengganggu konsentrasiku dalam menyalami makna kesuksesan yang sedang dipraktekkan diruang seminar. yach, aku memang sedang mengikuti seminar Quantum ikhlas. Kulihat no miscall di HP. Och ternyata dari isteriku tercinta.

“Ada apa mi?” tanyaku dengan penuh kelembutan dan kemesraan
Aku memang memanggil isteriku dengan sebutan umi, sementara dia memanggil aku dengan sebutan abi. Duh mesrahnya. serasa dunia ini milik berdua. Yang lain kost kalee yach

“Bi, Mama Endut meninggal” jawab isteriku.
“Mama endut Salemba” tanyaku lagi memastikan
“Yach” jawab isteriku
“Nanti kita kesana ya. Bareng ya bi” pinta isteriku
“Ya. setangah jam dari sekarang ya. kita ketemu di Salemba”
Mama Endut adalah Orang tua (ibu) dari Bapak Kost aku dulu. Kebetulan aku memang selalu dekat dengan pemilik dimanapun aku kost. Sehingga aku juga selalu mendapatkan orang tua di sana

.

Jam 12 (dua belas siang) kurang 20 (dua puluh) menit. Panas terik memaksaku untuk mengambil keputusan segaera.
“Aduh sejak pagi tadi aku belum makan neh. Masak aku makan di rumah duka. Belum lagi nanti banyak tugas yang harus aku bantu di rumah Mama Endut (almh)” bisikku dalam hati
“Aku harus makan dulu, charge energi agar dapat banyak membantu keluarga Mama Endut” bisikku kemudian

Tepat Ba’da Zhuhur aku tiba di rumah duka. Ku salami keluarga yang berduka. Kucoba untuk ber-empati kepada mereka, tak kuhiraukan para pelayat dan saudara yang tidak ku kenal. Yang penting aku harus membantu meringakan beban meraka

Kulihat sosok almarhumah dalam posisi terbaring kaku. Seluruh tubuhnya ditutupi kain, kecuali bagian muka. dari situ kulihat jekas seutas senyuman menghiasi wajahnya (wajah almarhumah). Subahnallah. semoga beliau mendapatkan Khusnul Khotimah. Amien

“Kapan Mama meniggal Pa” tanyaku pada salah seroang anaknya
“Tadi sekitar jam 8an. Loch Lukman tahu dari mana?” dia balik bertanya
“Bunda” jawabku singkat
Aku memanggil Bapak Kost dengan sebutan Bapak. sedangkan untuk Ibu kost aku memanggilnya dengan sebutan Bunda. Biar lebih gaya dikit gitu loch

“Begini Man” katanya memulai cerita
“Tadi Mama mo ke belakang terus gak jadi. Lalu pingsan. Terus didudukin. Pas Bapak pegang dah nggak ada.”


Kulihat wajah Pak Andre begitu tenang. Tidak ada guratan sedih yang mendalam yang mendalam diwajahnya. Seakan ingin memberi tahu semua orang bahwa begitulah cara melepas kepergian orang yang dikasihi ‘ibunda tercinta’ dengan ikhlas. Bahwa apa yang dimiliki didunia ini adalah titipan, adalah sementara. Disisi lain suami dari Mama Endut cukup terpukul dengan peristiwa yang baru saja terjadi. Mungkin karena beliau begitu menciantainya. Mungkin juga teringat kenangan - kenangan yang pernah dialaminya bersama sang isteri. Kini pelaku dan pasangannya dalam menjalani pengalaman hidup dan kenangan-kenangan tersebut telah dipanggil Allah Rabbu Jalil. Sang Pemilik ruh dan jasad setiap insan.

Sementara disudut sana kulihat pula sekumpulan orang sedang sibuk mengurus administrasi kematian almarhumah. Mereka mempersiapkan surat keterangan RT, RW dan kelurahan untuk mendapatkan surat kematian. Demikian untuk juga kebutuhan untuk mengubur jasad almarhumah. Subhanallah. Mereka begitu kompak bergotong rotyong. Mekreka seperti keluarga. Saling membantu dan saling mengasihi.

“Loch, tante, untuk apa beras itu??” tanyaku kepada salah seroang keluarga almarhumah
“Oh ini untuk fidyah” jawabnya singkat

Aku geleng kepala. Kulihat seorang pria seperti menjadi pautan dalam pengaturan dan penjatahan beras dalam kantong – kantong palstik. Ada sekitar 2 karung beras isi 50Kg habis terbagi dalam sekian puluh kantong palastik hitam berisi sekian Kg beras.

“Untuk Fidyah???” tanyaku dalam hati
“Fidyah apa lagi” bathinku

------oooOooo----

Memang ada suatu tradisi yang berkembang di masyarakat kita. Rasa ‘euwuh pakewuh’. Perasaan tidak enak. Perasaan ‘aduh nanti gimana kata orang’, ‘gak enak ama si anu, gak enak ama tetangga, gak enak kalo kalo kalo dan kalo’. Perasaaan gak enak itu terus terbawa sampai peristiwa yang memilukan sekalipun. Peristiwa duka dan peristiwa – peristiwa lain yang membuat sikorban, keluarga korban dan orang –orang disekelilingnya merasa terharu, sedih dan kadang memerlukan airmata untuk menegaskan kesedihannya.

Ketika seseorang meninggal dunia, tentunya eluarga yang ditinggalkan akan mengalami kesedihan. Apalagi anggota kelauarga yang meninggal tersebut sangat disayangi. Perasaan sedih itu kadang dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk ‘mendulang’ sesuatu.

Meskipun tidak terlalu persisi sama, namun itu barangkali yang dialami oleh keluarga Mama Endut. Perasaan tidak enak lebih mereka pikirkan ketimbang bagaimana agar jasad almarhumah dapat segra dirusus, baik secara pisik ataupun administrasi sehingga keluarga dapat dengan tenang mengantarkannnya ke peristirahatan terakhir.

Mungkin akan jauh lebih baik bila keluarga yang lain, tetangga dan handai taulan dari Mama Endut yang menyiapkan dan membantu pengurusan penguburan, administrasi kematian, penjamuan untuk para tamu dan hal-hal lainnya. Biarkan keluarga Mama Endut yang sedang berduka, menjalani prosesi kedukaan, mengurus almarhumah, memandikan, mengkafani, me-yasin-kan (sesuai dengan keyakinannya) dan hal-hal lainnya yang berhubungan langsung dengan jasad dan bathin almarhumah. Tidak perlu direcoki dengan masalah makanan, minuman, uang ini, uang itu, beras fidyah, sumbangan anu, sumbangan anu yang membuat meraka lebih terbebani.

Bila tradisi seperti ini, tradisi ewuh pakewuh, tradisi tidak enak-an, tradisi memikirkan orang lain yang memang tidak perlu dipikirkan, terus berlanjut dikhawatirkan akan memiliki dampak yang kurang baik bagi perkembangan silaturahim kedepan. Misalnya, jika keluarga si mayit masih harus memikirkan makanan, minuman, sumbangan anu, amplop anu, dll, padahal mereka masih diselimuti duka dan jasad almarhum/almarhumah belum terurus.

Ada satu kisah. ketika ada anggota keluarganya yang meninggal dunia, keluarga korban langsung menyiapkan sesuatu untuk tetangga yang berdatangan. ada makanan, minuman, makan siang, dll. Demikian juga saat takziah. Mereka begitu sigap menyiapkan nasi kotak, kue-kue, dll untuk para tamu yang datang. Beberapa hari kemudian baru terungkap kalau keluarga tersebut ternyata berhutuang banyak untuk hal tersebut.

Berhutang. yach itu adalah usaha yang paling tepat untuk memenuhi keinginannya menjamu keluarga, meskioun kondisi keuangan tidak mendukung. Berhutang dilakukan karaena meraeka (keluarga korban) merasa tidak memiliki apa-apa untuk disajikan. Mereka merasa tidak enak dan ewuh pakewuh teradap tamu, tetangga dan keluarga lainnya. Mereka lebih memikirkan orang yang masih hidup (yang sebenarnya tidak terlalu dipikirkan ketimbang mengurus si mayit). Akibatnya jalan Hutang yang dipilih. Lalu siapa yang harus disalahkan???

Bagaimana dengan Fidyah? Bagaimana dengan beras yang dibagikan kepada para tertagga untunk dan atas nama almarhum/mah. Itu juga tradisi. konon kabarya, ada sebagian masyarakat yang mengganggap bahwa untuk meluruskan dan membantu almarhumah dalam menghadpi alam kubur, diperlukan fidyah untuk memurnikan nilai ibadahnya. mungkin masih bolong-bolong,. kata mereka.

Rasulullah SAW dalam sebuah haditnys bersabda,
Idz-dzaamatabnu Adama inqothoa illa min tsalastin. shodawotin zariyatin. au-ilmin yantafulah awaladun sholihin yad’ulahu.
sesungguhnya ketika Anak Adam meninggal dunia, maka putus suduah segala amal ibdahnya kecuali tiga perkara 1. amal jariah 2. ilmu yang bermanfaat 3. anak yang sholeh yang selalu mendoakannya.

Dalam nash yg berbeda (baik asbab maupun tujuannya) Allah berfirman,
Yaa Ayyuhannas. Ittaqullah haqotuqotii. Walaa tamutunna illa waantum muslimuun.
Wahaai Manusia. bertaqwalah dengan sebenar – benar taqwa. dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan ber-Islam (berserah diri).

Artinya apa?
Bahwa tugas manusia adalah beribadah kepada Allah SWT dalam berbagai aspek kehidupan. Ibadah dalam pengertian yang universal. bukan hanya sekedar rutinitas ritual. (Ad-Dzariat : 56). Jika tugas kemanusiaan selesai dilaksanakan, maka selesailah sudah. Ketika Allah memanggil melalui Malaikat Izraoil, secara phisik dan ruhani dia sudah menyelesaikan tugas-tugasnya. Jasad yang ditinggalkan di dunia ini menjadi kewajiban (Kifayah) kaum muslimin lainnya. Keluarganya mengurus jenazahnya. Memandikan, mengkafani, men-sholatkan dan menguburkan. Lebih afdhol bila yang melakukan semua itu adalah keluarga (anak, isteri/suami dan cucu-cucunya). Namun karena keterbatasn tenaga dan waktu, maka sangat dianjurkan kaum muslimin lainnya, terutama yang terdekat (tetangga) untuk memmbantu meringankan bebannya.

Dalam syariat tersebut tidak sedikitpun disebut kata-kata menjamu tamu takziah dengan hidangan, makanan, minuman dan beras/makanan pokok. Tidak juga kata memberikan fidyah. Yang akan membantu si mayit dalam menghadap Allah hanya Amal perbuatannya selama di dunia, ilmunya yang pernah disebarluaskan dan berguna bagi masyarakt dan anak-anak yang telah dididiknya sehingga menjadi anak yang sholeh. Karena Islam tidak mengenal dosa warisan, tidak mengnal dosa ‘gadai’, maka kewajiban ritual si mayit yang telah lalu tidak perlu ditebus dengan fidyah.

Tanpa bermaksud menggurui, alangkah lebih baik bila tradisi ......................tersebut diubah formatnya menjadi :
1. Takziah adalah sunnah. Sementara tahlilan (1hari, 3hari, 7 hari) adalah tradisi. Maka Takziah tetap dilaksanakan. Sementara tradisi tahlilan silakan diteruskan jika memang diyakini sebagai suatu ibadah, dengan catatan keluarga korban tidak perlu ‘menggelembungkan ewuh pakewuh’. tidak perlu memaksakan diri untuk menyediakan hidangan, makanan dan minuman. jug amplop-amplop.
2. Jika memungkinkan, seluruh kebutuhan biaya penguburan, surat administrasi kematian dan kebutuhan phisik untuk tamu takziah dan tahlil ditanggung oleh tetangga dan atau saudara sekitar keluarga duka. Kecuali jika memang keluarga duka adalah orang ber-punya yang dapat melakukan banyak hal dengan kemampuannya (hartanya, kekuasannya, dll)

Altrnatif penaggulangan :
1. Setiap lingkungan, RT/RW ataupun karanbg taruna membentuk tim/lembaga/paguyuban urusan kematian. mencari dana (baik internal lingkuangan atupun donatur) dan aktiftas pengurusan kematianlainnya.
2. Tim/peguyuban/lembaga urusan kematian tersebut kemudian bekerja sama dengan remaja/pemuda masjid.musholla/pengajian setempat untuk mengurusi masalah yang berhubungan dengan ibdah ritual/keyakinan seperti prosesi hak si mayit untuk di mandikan, dikfani, disholati, dikuburkan dan (jika memang diyakini) tahlil

3. Jika semua itu dilakukan dengan baik dan saling melengkapi, Insya Allah, tidak ada lagi kelurga duka melkukan pinjaman-hutang hanya untuk rasa tidak enak ‘ewuh pakewuh’. jangan sampai ada lagi keluaga duka, mengabaikan si mayit karena tidak mampu/malu mengundag tetangga untuk takziah dan mengurusi hak si mayit. dan jangan ada lagi keluarga duka mencari beras dengan mengabaikna si mayit hanya untuk berfidyah.

Tulisan ini tidak sedikitpun bermaksud untuk menggurui, namun lebih sekedar untuk bebagi ucapan, diskusi dan saling taushiyah dengan kebenaran. wallahu’alam.

salam ukuwah elha
16.05.2008

Baca Selengkapnya......

Kamis, 08 Mei 2008

SIANG ITU DI PANTI PIJAT

SIANG ITU DI PANTI PIJAT
By elha 24.04.2008

--Artikel ini merupakan kesimpulan dari kisah nyata seorang wanita yang mengaku (pernah?) bekerja di Panti Pijat . Nama dan redaksi percakapan telah mengalami perubahan—

Senyum maniesnya terus mengembang di areal wajahnya yang memang tampak cantik. Deretan gigi putihnya tersusun rapih dengan satu gigi berwarna kuning kecoklatan tampak lebih menyembul diantara yang lain. Namun justru itu menambah keasrian dan kemanisan wajahnya. Sebut saja namanya Rina (maaf ini nama samaran)

“Yah namanya juga usaha mas” jawabnya ketika ditanya alasan yang melatarbelakangi dirinya bekerja sebagai pramu pijat (bahasa halus dari wanita pemijat di sebuah panti pijat tradisional)

“Abis mau usaha apa lagi. Cari kerjaan susah. Sementara kita kan harus mengurusi anak. Sekolah, makan, jajan. Belum buat bayar kontrakan” sambungnya



“Loch emang suami Mba kemana” tanyaku singkat
“Yach....” dia kemudian menarik nafas panjang. Lalu diam sejenak
“Saya udah cerai mas. Dua tahun lalu....” katanya kemudian
“Saya capek. Dia udah jarang ngasih saya uang belanja. Jarang pulang. Tadinya saya gak percaya kalo dia (mantan suaminya-pen) main perempuan lagi. Tapi waktu saya pergoki dia sama wanita lain, yah udah saya minta cerai. Sekarang dia tinggal di Bekasi. Anak saya yang ngurus” lanjutnya

Butiran air bening mengalir dari kelopak matanya. Desahan nafasnya tertahan dan tersendat. Mungkin dia belum siap mengingat peristiwa yang pernah dialaminya. Sebuah peristiwa yang mungkin menjadi sebuah lembaran hitam dan sejarah kelam hidupnya.

Aku turut terdiam. Ku biarkan Rina terbuai dalam lamunannya. Ku biarkan dia memalingkan wajahnya yang mulai basah oleh linangan air mata. Aku berupaya untuk ber-empati. Namun aku tak dapat membayangkan apa yang sesungguhnya terjadi.

“Sakit hati saya mas. Dulu sebelum menikah dia sayang banget sama saya. Baik, perhatian. Tapi setelah punya anak, dia mulai kelihatan berbeda. Awalnya saya coba memaklumi. Tapi lama kelamaan kesabaran saya habis...”

“Coba deh mas bayangin. Dia enggak kerja. Gak ada keinginan buat bantu saya cari nafkah. Dia juga sering marah mas...”

“Yang bikin saya sakit hati, dia main perempuan lagi....Padahal saya yang ngerasain hidup sudah bareng, sama-sama bangun keluarga. Ternyata dia.....” kemudian Rina terdiam tak mampu melanjutkan kalimatnya. Kembali dia menarik nafas panjang.

“Lalu saya minta dia memilih, saya atau perempuan itu.....Dia pilih perempuan itu mas...” sambungnya lirih.

“Maaf Mba” selah ku.
Aku mencoba untuk mengalihkan perhatiannya agar tak larut dalam kesedihan

“Kalo mba kerja, lalu anak mba ama siapa?” tanyaku kemudian
“Anak saya titipkan sama orang tua. Kebetulan Ibu saya juga tinggal gak jauh dari rumah. Anak saya masih kecil mas, masih SD. Biarin deh dia sekolah yang tinggi biar gak kayak ibunya” jawabnya

“Keluarga mba tahu gak kalo mba kerja beginian (dipanti pijat-pen)”
“Enggak mas. Jangan sampe tahu. Saya bilangnya kerja di toko” jawabnya malu sambil menundukkan kepala
“Pernah gak ada tetangga yang mampir ke sini (panti pijat tsb-pen)”
“Pernah. Tapi saya sih cuek aja”

“Enggak takut neh dia cerita ama tetangga lainnya” pancingku
“Enggak mas. Kalo dia cerita macam-macam, saya akan beberkan kalo dia main ke panti pijat. Kalo saya kan di sini kerja buat anak. Lah kalo dia apa ?….” jawabnya dengan nada suara yang meninggi

“Mba, maaf loch, sebenarnya saya gak yakin Suami Mba ninggalin Mba. Soalnya Mba sosok wanita yang nyaris sempurna. Wajah, gaya bicara dan tanggung jawab Mba cukup meyakinkan. Pasti mantan suami Mba nyesel ninggalin Mba” kataku mengibur
(kulihat Rina tersenyum malu. Mungkin hatinya sumringah mendapat pujian seperti itu)

“Emang Mba enggak pengen nikah lagi. Kasian juga kan anak. Dia juga pengen punya Bapak. Anak pengen cerita ke temennya kalo dia baru aja jalan-jalan sama Bapak dan Ibunya. Mba juga kan pasti butuh perhatian, butuh pendamping dalam menjalani hidup ini. Butuh teman buat diskusi. Butuh penghibur disaat lelah, capek” tanyaku

“Pengen siih mas. Tapi siapa yang mau sama saya, tukang pijat. Lagi pula saya gak mau disakitin lagi sama laki-laki” jawabnya.

---oooOooo---

Hari berganti hari, waktu berganti waktu. Rina, gadis ayu yang (konon kabarnya) terpaksa menjadi pramu pijat, masih tetap menghiasi hari-harinya di Panti Pijat di salah satu kawasan Jakarta Pusat.

Ya, Panti Pijat dalam satu dekade terakhir memang menjadi fenomena tersendiri dalam pergumulan kota metroplis, kota-kota besar. Dengan dalih menunjang pariwisata nasional, panti-panti pijat bagaikan jamur di musim hujan. Tumbuh subur. Panti Pijat Tradisional, Panti Pijat Anu, Panti Pijat Anu juga, Panti Pijat Anu lagi, begitu merk yang dipasang. Ada memang yang benar-benar pijat kebugaran, pijat kesehatan, namun tak sedikit yang konon (berdasarkan berita di berbagai media) hanyalah kamuflase dari transaksi sex terselubung.

Lalu bagaimana dengan Rina yang bekerja sebagai pramu pijat. Apakah dia juga terlibat dalam transaksi sex bebas tersebut? Bila ya, apakah karena itu pula Rina bertahan, karena itu adalah salah satu cara mendapatkan uang dengan mudah? Ataukah karena itu pula Rina sudah tidak berminat lagi (tidak bersemangat lagi) mencari seorang pendamping hidupnya, yg juga akan menjadi Bapak bagi anaknya? Wallahu’alam

---oooOooo---

Kita patut prihatin dan ber-empati kepada Rina dan Rina-Rina lainnya. Dia hanyalah korban dari sebuah masalah kehidupan. Korban dari sebuah episode masalah yang tidak mampu dia lewati. Dia harus berjibaku dengan waktu, persaingan dan perasaan untuk menghidupi keluarganya, sekolah anaknya. Kontrakan. Dan ini yang paling berat ‘malu dan juga rasa gengsi’ dengan orang-orang dikampungnya. Maklum orang-orang dikampung tahunya Jakarta adalah kota besar, kota uang, kota yang penuh dengan impian. Orang Jakarta pasti kaya, pasti sukses, pasti (maaf, ini dia yang sering menjadi masalah bagi pemerintah) pulang bawa uang banyak.

Namun apapun alasannya, sex bebas, yang di ramu dalam bentuk bagaimanapun bukan lah solusi. Benar uang dengan mudah dapat diperoleh? Benar Rina menikmati ‘perannya’? Tapi tidak demikian dengan hatinya, nuraninya. Hatinya tentu sakit merasakan bagaimana tubuhnya hanya dihargai sekian rupiah saja oleh lelaki hidung belang. Tubuhnya hanya menjadi ‘Bamper’ pemuas nafsu birahi banyak orang.

Rina juga tahu betapa pekerjaan sangat riskan. Resiko penyakit kelamin, HIV, AIDS. Resiko malu dengan tetangga, kerabat dan keluarga. Bahkan Resiko masa depan, karena dengan bekerja sebagai pramu pijat berarti Rina telah ‘menggadaikan’ hidupnya, sebab akan sulit mendapatkan laki-laki yang berminat menjadi pendamping.

Sex bebas, perzinahan adalah perbuatan dosa besar yang sangat buruk. Menurut salah satu Buku Fikih Kontemporer, Zinah merupakan kejahatan kemanusiaan terburuk. MENGAPA? Karena perzinahan memdawa dampak yang luar biasa seperti memutus mata rantai kekeluargaan, sulit menentukan keturunan, nasab, sulit menentukan hak waris, pembelaan atas masalah keluarga dan kebenaran di depan Qodi (Hakim agama). Karena itu, Allah SWT berfirman dalam surat Al-Israa ayat 32 :

“Walaa Takrobuz-zina innahuu kaa fahisyah, wasaa-a sabiilaa”
Dan jangan kalian mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan.

Perzinahan yang paling buruk adalah zinah yang dilakukan kepada mahram/mihram (saudara perempuan, orang tua, mertua, dan keluarga lainnya), orang sudah menikah dan terhadap isteri tetangga.

PERTANYAAN SEPELE YANG HINGGAP ADALAH : APAKAH SAAT INI SUDAH ADA ORANG YANG MEMPERKOSA ORANGTUANYA, NENEKNYA, TETANGGANYA, ORANG MENIKAH YANG BERZINAH ???
JAWABANNYA : SANGAT SANGAT SANGAT BERJIBUN AMAT.

--oooOooo—

Apa yang dilakukan Rina bukan lagi mendekati, tapi sudah menceburkan diri dalam Dzina. Membasahi dan terus membasahi tubuhnya dengan dzina. Allah sudah memperingatkan agar manusia menghindari jalan yang buruk. Dapat kita bayangkan jalan yang buruk, penuh lubang, debu, lumpur dan rintangan lainnya. Sulit dilalui (untuk meraih kebahagiaan hakiki). Dan Rina tidak menghindari jalan buruk itu, bahkan dia terus menelusuri jalan yang buruk tersebut. Dan semakin jauh. Semakin terpuruk.

Rasulullah mengingatkan, bahwa bila perzinahan sudah meraja lela, maka akan datang suatu penyakit yang tidak ada obatnya.
HIV/AIDS adalah penyakit yang sampai saat ini belum ditemukan serumnya. Demikian juga dengan penyakit EBOLA yang berasal dari Afrika. Semua penyakit ini berasal dari perilaku sex bebas. Dan ini bukti yang sangat nyata kebenaran akan peringatan Allah dan Rasulnya.

Mungkin Rina tidak mengetahui hal ini. Atau mungkin malu untuk kembali ke tengah masyarakat dengan kepala tegak. Atau bahkan mungkin ini untuk melampiaskan kekecewaannya kepada kaum lelaki. Namun apapun alasan Rina untuk terus berada dalam pusara prostitusi bukanlah pilihan tepat untuknya, anaknya, keluarganya dan masa depannya.

Sulit memang. Namun harus dilakukan. Disini perlu peran dakwah bil hal yang baik untuk melepaskan Rina dari keterkungkungan prostitusi tersebut. Para wanita/akhwat, dai wanita dan aktifias wanita lainnya harus saling berjabat tangan, pererat barisan untuk membantu menyelamatkan Ribuan Rina yang (karena keterpaksaannya) harus bekerja dalam dunia hitam.

Mungkin ada diantara kita (Pria/wanita) yang jijik dengan mereka, pelaku sex bebas. Tapi bukankah banyak juga dari mereka yang melakukannya karena keterpaksaan, karena kebutuhan keuangan, karena akibat kekerasan rumah tangga, karena perceraian, karena pernah disakiti oleh pasangannya, dan lainnya.

Mereka adalah obyek dakwah para akhwat. Bukankah kita juga banyak mendengar bahwa puluhan, ratusan bahkan ribuan gadis desa yang lugu harus menjadi pramu pijat dan pramu sex di kota-kota besar karena ulah ‘oknum’ yang mengaku akan mempekerjakan di restoran, toko, sebagai PRT dan lainnya. Kita mungkin masih ingat kasus dara (gadis) Jawa Barat yang di sekap di Karimun untuk dipekerjakan di kawasan malam di Luar Negeri dan daerah lainnya.

Tanpa peran serta kita semua, akan banyak Rina-Rina lain dan (mungkin) ribuan gadis lugu lainnya yang akan terus membanjiri dunia hitam. Dunia hitam selalu menghadirkan kekerasan, perselingkuhan, narkoba, minuman keras dan aneka jenis tindakan kriminal dan aktifitas negatif lainnya. Kita bisa mencegahnya atau setidaknya menguranginya dengan jalan menyelamatkan para wanita yang akan, sedang dan telah ‘terjebak’ di dunia itu. Bila seluruh wanita telah diselamatkan, dunia hitam akan dengan sendirinya memudar. Karena ramainya dunia malam adalah karena suara wanita.

Wanita adalah tiang negara. Bila baik wanita (dinegara itu) maka akan baguslah negara, namun bila rusak (akhlak) wanaitanya maka akan rusak negara ybs.

Salam ukhuwah elha
Dzakarta, 24.04.2008

Baca Selengkapnya......