SIANG ITU DI PANTI PIJAT
By elha 24.04.2008
--Artikel ini merupakan kesimpulan dari kisah nyata seorang wanita yang mengaku (pernah?) bekerja di Panti Pijat . Nama dan redaksi percakapan telah mengalami perubahan—
Senyum maniesnya terus mengembang di areal wajahnya yang memang tampak cantik. Deretan gigi putihnya tersusun rapih dengan satu gigi berwarna kuning kecoklatan tampak lebih menyembul diantara yang lain. Namun justru itu menambah keasrian dan kemanisan wajahnya. Sebut saja namanya Rina (maaf ini nama samaran)
“Yah namanya juga usaha mas” jawabnya ketika ditanya alasan yang melatarbelakangi dirinya bekerja sebagai pramu pijat (bahasa halus dari wanita pemijat di sebuah panti pijat tradisional)
“Abis mau usaha apa lagi. Cari kerjaan susah. Sementara kita kan harus mengurusi anak. Sekolah, makan, jajan. Belum buat bayar kontrakan” sambungnya
“Loch emang suami Mba kemana” tanyaku singkat
“Yach....” dia kemudian menarik nafas panjang. Lalu diam sejenak
“Saya udah cerai mas. Dua tahun lalu....” katanya kemudian
“Saya capek. Dia udah jarang ngasih saya uang belanja. Jarang pulang. Tadinya saya gak percaya kalo dia (mantan suaminya-pen) main perempuan lagi. Tapi waktu saya pergoki dia sama wanita lain, yah udah saya minta cerai. Sekarang dia tinggal di Bekasi. Anak saya yang ngurus” lanjutnya
Butiran air bening mengalir dari kelopak matanya. Desahan nafasnya tertahan dan tersendat. Mungkin dia belum siap mengingat peristiwa yang pernah dialaminya. Sebuah peristiwa yang mungkin menjadi sebuah lembaran hitam dan sejarah kelam hidupnya.
Aku turut terdiam. Ku biarkan Rina terbuai dalam lamunannya. Ku biarkan dia memalingkan wajahnya yang mulai basah oleh linangan air mata. Aku berupaya untuk ber-empati. Namun aku tak dapat membayangkan apa yang sesungguhnya terjadi.
“Sakit hati saya mas. Dulu sebelum menikah dia sayang banget sama saya. Baik, perhatian. Tapi setelah punya anak, dia mulai kelihatan berbeda. Awalnya saya coba memaklumi. Tapi lama kelamaan kesabaran saya habis...”
“Coba deh mas bayangin. Dia enggak kerja. Gak ada keinginan buat bantu saya cari nafkah. Dia juga sering marah mas...”
“Yang bikin saya sakit hati, dia main perempuan lagi....Padahal saya yang ngerasain hidup sudah bareng, sama-sama bangun keluarga. Ternyata dia.....” kemudian Rina terdiam tak mampu melanjutkan kalimatnya. Kembali dia menarik nafas panjang.
“Lalu saya minta dia memilih, saya atau perempuan itu.....Dia pilih perempuan itu mas...” sambungnya lirih.
“Maaf Mba” selah ku.
Aku mencoba untuk mengalihkan perhatiannya agar tak larut dalam kesedihan
“Kalo mba kerja, lalu anak mba ama siapa?” tanyaku kemudian
“Anak saya titipkan sama orang tua. Kebetulan Ibu saya juga tinggal gak jauh dari rumah. Anak saya masih kecil mas, masih SD. Biarin deh dia sekolah yang tinggi biar gak kayak ibunya” jawabnya
“Keluarga mba tahu gak kalo mba kerja beginian (dipanti pijat-pen)”
“Enggak mas. Jangan sampe tahu. Saya bilangnya kerja di toko” jawabnya malu sambil menundukkan kepala
“Pernah gak ada tetangga yang mampir ke sini (panti pijat tsb-pen)”
“Pernah. Tapi saya sih cuek aja”
“Enggak takut neh dia cerita ama tetangga lainnya” pancingku
“Enggak mas. Kalo dia cerita macam-macam, saya akan beberkan kalo dia main ke panti pijat. Kalo saya kan di sini kerja buat anak. Lah kalo dia apa ?….” jawabnya dengan nada suara yang meninggi
“Mba, maaf loch, sebenarnya saya gak yakin Suami Mba ninggalin Mba. Soalnya Mba sosok wanita yang nyaris sempurna. Wajah, gaya bicara dan tanggung jawab Mba cukup meyakinkan. Pasti mantan suami Mba nyesel ninggalin Mba” kataku mengibur
(kulihat Rina tersenyum malu. Mungkin hatinya sumringah mendapat pujian seperti itu)
“Emang Mba enggak pengen nikah lagi. Kasian juga kan anak. Dia juga pengen punya Bapak. Anak pengen cerita ke temennya kalo dia baru aja jalan-jalan sama Bapak dan Ibunya. Mba juga kan pasti butuh perhatian, butuh pendamping dalam menjalani hidup ini. Butuh teman buat diskusi. Butuh penghibur disaat lelah, capek” tanyaku
“Pengen siih mas. Tapi siapa yang mau sama saya, tukang pijat. Lagi pula saya gak mau disakitin lagi sama laki-laki” jawabnya.
---oooOooo---
Hari berganti hari, waktu berganti waktu. Rina, gadis ayu yang (konon kabarnya) terpaksa menjadi pramu pijat, masih tetap menghiasi hari-harinya di Panti Pijat di salah satu kawasan Jakarta Pusat.
Ya, Panti Pijat dalam satu dekade terakhir memang menjadi fenomena tersendiri dalam pergumulan kota metroplis, kota-kota besar. Dengan dalih menunjang pariwisata nasional, panti-panti pijat bagaikan jamur di musim hujan. Tumbuh subur. Panti Pijat Tradisional, Panti Pijat Anu, Panti Pijat Anu juga, Panti Pijat Anu lagi, begitu merk yang dipasang. Ada memang yang benar-benar pijat kebugaran, pijat kesehatan, namun tak sedikit yang konon (berdasarkan berita di berbagai media) hanyalah kamuflase dari transaksi sex terselubung.
Lalu bagaimana dengan Rina yang bekerja sebagai pramu pijat. Apakah dia juga terlibat dalam transaksi sex bebas tersebut? Bila ya, apakah karena itu pula Rina bertahan, karena itu adalah salah satu cara mendapatkan uang dengan mudah? Ataukah karena itu pula Rina sudah tidak berminat lagi (tidak bersemangat lagi) mencari seorang pendamping hidupnya, yg juga akan menjadi Bapak bagi anaknya? Wallahu’alam
---oooOooo---
Kita patut prihatin dan ber-empati kepada Rina dan Rina-Rina lainnya. Dia hanyalah korban dari sebuah masalah kehidupan. Korban dari sebuah episode masalah yang tidak mampu dia lewati. Dia harus berjibaku dengan waktu, persaingan dan perasaan untuk menghidupi keluarganya, sekolah anaknya. Kontrakan. Dan ini yang paling berat ‘malu dan juga rasa gengsi’ dengan orang-orang dikampungnya. Maklum orang-orang dikampung tahunya Jakarta adalah kota besar, kota uang, kota yang penuh dengan impian. Orang Jakarta pasti kaya, pasti sukses, pasti (maaf, ini dia yang sering menjadi masalah bagi pemerintah) pulang bawa uang banyak.
Namun apapun alasannya, sex bebas, yang di ramu dalam bentuk bagaimanapun bukan lah solusi. Benar uang dengan mudah dapat diperoleh? Benar Rina menikmati ‘perannya’? Tapi tidak demikian dengan hatinya, nuraninya. Hatinya tentu sakit merasakan bagaimana tubuhnya hanya dihargai sekian rupiah saja oleh lelaki hidung belang. Tubuhnya hanya menjadi ‘Bamper’ pemuas nafsu birahi banyak orang.
Rina juga tahu betapa pekerjaan sangat riskan. Resiko penyakit kelamin, HIV, AIDS. Resiko malu dengan tetangga, kerabat dan keluarga. Bahkan Resiko masa depan, karena dengan bekerja sebagai pramu pijat berarti Rina telah ‘menggadaikan’ hidupnya, sebab akan sulit mendapatkan laki-laki yang berminat menjadi pendamping.
Sex bebas, perzinahan adalah perbuatan dosa besar yang sangat buruk. Menurut salah satu Buku Fikih Kontemporer, Zinah merupakan kejahatan kemanusiaan terburuk. MENGAPA? Karena perzinahan memdawa dampak yang luar biasa seperti memutus mata rantai kekeluargaan, sulit menentukan keturunan, nasab, sulit menentukan hak waris, pembelaan atas masalah keluarga dan kebenaran di depan Qodi (Hakim agama). Karena itu, Allah SWT berfirman dalam surat Al-Israa ayat 32 :
“Walaa Takrobuz-zina innahuu kaa fahisyah, wasaa-a sabiilaa”
Dan jangan kalian mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan.
Perzinahan yang paling buruk adalah zinah yang dilakukan kepada mahram/mihram (saudara perempuan, orang tua, mertua, dan keluarga lainnya), orang sudah menikah dan terhadap isteri tetangga.
PERTANYAAN SEPELE YANG HINGGAP ADALAH : APAKAH SAAT INI SUDAH ADA ORANG YANG MEMPERKOSA ORANGTUANYA, NENEKNYA, TETANGGANYA, ORANG MENIKAH YANG BERZINAH ???
JAWABANNYA : SANGAT SANGAT SANGAT BERJIBUN AMAT.
--oooOooo—
Apa yang dilakukan Rina bukan lagi mendekati, tapi sudah menceburkan diri dalam Dzina. Membasahi dan terus membasahi tubuhnya dengan dzina. Allah sudah memperingatkan agar manusia menghindari jalan yang buruk. Dapat kita bayangkan jalan yang buruk, penuh lubang, debu, lumpur dan rintangan lainnya. Sulit dilalui (untuk meraih kebahagiaan hakiki). Dan Rina tidak menghindari jalan buruk itu, bahkan dia terus menelusuri jalan yang buruk tersebut. Dan semakin jauh. Semakin terpuruk.
Rasulullah mengingatkan, bahwa bila perzinahan sudah meraja lela, maka akan datang suatu penyakit yang tidak ada obatnya.
HIV/AIDS adalah penyakit yang sampai saat ini belum ditemukan serumnya. Demikian juga dengan penyakit EBOLA yang berasal dari Afrika. Semua penyakit ini berasal dari perilaku sex bebas. Dan ini bukti yang sangat nyata kebenaran akan peringatan Allah dan Rasulnya.
Mungkin Rina tidak mengetahui hal ini. Atau mungkin malu untuk kembali ke tengah masyarakat dengan kepala tegak. Atau bahkan mungkin ini untuk melampiaskan kekecewaannya kepada kaum lelaki. Namun apapun alasan Rina untuk terus berada dalam pusara prostitusi bukanlah pilihan tepat untuknya, anaknya, keluarganya dan masa depannya.
Sulit memang. Namun harus dilakukan. Disini perlu peran dakwah bil hal yang baik untuk melepaskan Rina dari keterkungkungan prostitusi tersebut. Para wanita/akhwat, dai wanita dan aktifias wanita lainnya harus saling berjabat tangan, pererat barisan untuk membantu menyelamatkan Ribuan Rina yang (karena keterpaksaannya) harus bekerja dalam dunia hitam.
Mungkin ada diantara kita (Pria/wanita) yang jijik dengan mereka, pelaku sex bebas. Tapi bukankah banyak juga dari mereka yang melakukannya karena keterpaksaan, karena kebutuhan keuangan, karena akibat kekerasan rumah tangga, karena perceraian, karena pernah disakiti oleh pasangannya, dan lainnya.
Mereka adalah obyek dakwah para akhwat. Bukankah kita juga banyak mendengar bahwa puluhan, ratusan bahkan ribuan gadis desa yang lugu harus menjadi pramu pijat dan pramu sex di kota-kota besar karena ulah ‘oknum’ yang mengaku akan mempekerjakan di restoran, toko, sebagai PRT dan lainnya. Kita mungkin masih ingat kasus dara (gadis) Jawa Barat yang di sekap di Karimun untuk dipekerjakan di kawasan malam di Luar Negeri dan daerah lainnya.
Tanpa peran serta kita semua, akan banyak Rina-Rina lain dan (mungkin) ribuan gadis lugu lainnya yang akan terus membanjiri dunia hitam. Dunia hitam selalu menghadirkan kekerasan, perselingkuhan, narkoba, minuman keras dan aneka jenis tindakan kriminal dan aktifitas negatif lainnya. Kita bisa mencegahnya atau setidaknya menguranginya dengan jalan menyelamatkan para wanita yang akan, sedang dan telah ‘terjebak’ di dunia itu. Bila seluruh wanita telah diselamatkan, dunia hitam akan dengan sendirinya memudar. Karena ramainya dunia malam adalah karena suara wanita.
Wanita adalah tiang negara. Bila baik wanita (dinegara itu) maka akan baguslah negara, namun bila rusak (akhlak) wanaitanya maka akan rusak negara ybs.
Salam ukhuwah elha
Dzakarta, 24.04.2008
Baca Selengkapnya......