WONG MATI SAJA KOK SUSAH
by elha 16.05.2008
Getaran HP mengganggu konsentrasiku dalam menyalami makna kesuksesan yang sedang dipraktekkan diruang seminar. yach, aku memang sedang mengikuti seminar Quantum ikhlas. Kulihat no miscall di HP. Och ternyata dari isteriku tercinta.
“Ada apa mi?” tanyaku dengan penuh kelembutan dan kemesraan
Aku memang memanggil isteriku dengan sebutan umi, sementara dia memanggil aku dengan sebutan abi. Duh mesrahnya. serasa dunia ini milik berdua. Yang lain kost kalee yach
“Bi, Mama Endut meninggal” jawab isteriku.
“Mama endut Salemba” tanyaku lagi memastikan
“Yach” jawab isteriku
“Nanti kita kesana ya. Bareng ya bi” pinta isteriku
“Ya. setangah jam dari sekarang ya. kita ketemu di Salemba”
Mama Endut adalah Orang tua (ibu) dari Bapak Kost aku dulu. Kebetulan aku memang selalu dekat dengan pemilik dimanapun aku kost. Sehingga aku juga selalu mendapatkan orang tua di sana
Jam 12 (dua belas siang) kurang 20 (dua puluh) menit. Panas terik memaksaku untuk mengambil keputusan segaera.
“Aduh sejak pagi tadi aku belum makan neh. Masak aku makan di rumah duka. Belum lagi nanti banyak tugas yang harus aku bantu di rumah Mama Endut (almh)” bisikku dalam hati
“Aku harus makan dulu, charge energi agar dapat banyak membantu keluarga Mama Endut” bisikku kemudian
Tepat Ba’da Zhuhur aku tiba di rumah duka. Ku salami keluarga yang berduka. Kucoba untuk ber-empati kepada mereka, tak kuhiraukan para pelayat dan saudara yang tidak ku kenal. Yang penting aku harus membantu meringakan beban meraka
Kulihat sosok almarhumah dalam posisi terbaring kaku. Seluruh tubuhnya ditutupi kain, kecuali bagian muka. dari situ kulihat jekas seutas senyuman menghiasi wajahnya (wajah almarhumah). Subahnallah. semoga beliau mendapatkan Khusnul Khotimah. Amien
“Kapan Mama meniggal Pa” tanyaku pada salah seroang anaknya
“Tadi sekitar jam 8an. Loch Lukman tahu dari mana?” dia balik bertanya
“Bunda” jawabku singkat
Aku memanggil Bapak Kost dengan sebutan Bapak. sedangkan untuk Ibu kost aku memanggilnya dengan sebutan Bunda. Biar lebih gaya dikit gitu loch
“Begini Man” katanya memulai cerita
“Tadi Mama mo ke belakang terus gak jadi. Lalu pingsan. Terus didudukin. Pas Bapak pegang dah nggak ada.”
Kulihat wajah Pak Andre begitu tenang. Tidak ada guratan sedih yang mendalam yang mendalam diwajahnya. Seakan ingin memberi tahu semua orang bahwa begitulah cara melepas kepergian orang yang dikasihi ‘ibunda tercinta’ dengan ikhlas. Bahwa apa yang dimiliki didunia ini adalah titipan, adalah sementara. Disisi lain suami dari Mama Endut cukup terpukul dengan peristiwa yang baru saja terjadi. Mungkin karena beliau begitu menciantainya. Mungkin juga teringat kenangan - kenangan yang pernah dialaminya bersama sang isteri. Kini pelaku dan pasangannya dalam menjalani pengalaman hidup dan kenangan-kenangan tersebut telah dipanggil Allah Rabbu Jalil. Sang Pemilik ruh dan jasad setiap insan.
Sementara disudut sana kulihat pula sekumpulan orang sedang sibuk mengurus administrasi kematian almarhumah. Mereka mempersiapkan surat keterangan RT, RW dan kelurahan untuk mendapatkan surat kematian. Demikian untuk juga kebutuhan untuk mengubur jasad almarhumah. Subhanallah. Mereka begitu kompak bergotong rotyong. Mekreka seperti keluarga. Saling membantu dan saling mengasihi.
“Loch, tante, untuk apa beras itu??” tanyaku kepada salah seroang keluarga almarhumah
“Oh ini untuk fidyah” jawabnya singkat
Aku geleng kepala. Kulihat seorang pria seperti menjadi pautan dalam pengaturan dan penjatahan beras dalam kantong – kantong palstik. Ada sekitar 2 karung beras isi 50Kg habis terbagi dalam sekian puluh kantong palastik hitam berisi sekian Kg beras.
“Untuk Fidyah???” tanyaku dalam hati
“Fidyah apa lagi” bathinku
------oooOooo----
Memang ada suatu tradisi yang berkembang di masyarakat kita. Rasa ‘euwuh pakewuh’. Perasaan tidak enak. Perasaan ‘aduh nanti gimana kata orang’, ‘gak enak ama si anu, gak enak ama tetangga, gak enak kalo kalo kalo dan kalo’. Perasaaan gak enak itu terus terbawa sampai peristiwa yang memilukan sekalipun. Peristiwa duka dan peristiwa – peristiwa lain yang membuat sikorban, keluarga korban dan orang –orang disekelilingnya merasa terharu, sedih dan kadang memerlukan airmata untuk menegaskan kesedihannya.
Ketika seseorang meninggal dunia, tentunya eluarga yang ditinggalkan akan mengalami kesedihan. Apalagi anggota kelauarga yang meninggal tersebut sangat disayangi. Perasaan sedih itu kadang dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk ‘mendulang’ sesuatu.
Meskipun tidak terlalu persisi sama, namun itu barangkali yang dialami oleh keluarga Mama Endut. Perasaan tidak enak lebih mereka pikirkan ketimbang bagaimana agar jasad almarhumah dapat segra dirusus, baik secara pisik ataupun administrasi sehingga keluarga dapat dengan tenang mengantarkannnya ke peristirahatan terakhir.
Mungkin akan jauh lebih baik bila keluarga yang lain, tetangga dan handai taulan dari Mama Endut yang menyiapkan dan membantu pengurusan penguburan, administrasi kematian, penjamuan untuk para tamu dan hal-hal lainnya. Biarkan keluarga Mama Endut yang sedang berduka, menjalani prosesi kedukaan, mengurus almarhumah, memandikan, mengkafani, me-yasin-kan (sesuai dengan keyakinannya) dan hal-hal lainnya yang berhubungan langsung dengan jasad dan bathin almarhumah. Tidak perlu direcoki dengan masalah makanan, minuman, uang ini, uang itu, beras fidyah, sumbangan anu, sumbangan anu yang membuat meraka lebih terbebani.
Bila tradisi seperti ini, tradisi ewuh pakewuh, tradisi tidak enak-an, tradisi memikirkan orang lain yang memang tidak perlu dipikirkan, terus berlanjut dikhawatirkan akan memiliki dampak yang kurang baik bagi perkembangan silaturahim kedepan. Misalnya, jika keluarga si mayit masih harus memikirkan makanan, minuman, sumbangan anu, amplop anu, dll, padahal mereka masih diselimuti duka dan jasad almarhum/almarhumah belum terurus.
Ada satu kisah. ketika ada anggota keluarganya yang meninggal dunia, keluarga korban langsung menyiapkan sesuatu untuk tetangga yang berdatangan. ada makanan, minuman, makan siang, dll. Demikian juga saat takziah. Mereka begitu sigap menyiapkan nasi kotak, kue-kue, dll untuk para tamu yang datang. Beberapa hari kemudian baru terungkap kalau keluarga tersebut ternyata berhutuang banyak untuk hal tersebut.
Berhutang. yach itu adalah usaha yang paling tepat untuk memenuhi keinginannya menjamu keluarga, meskioun kondisi keuangan tidak mendukung. Berhutang dilakukan karaena meraeka (keluarga korban) merasa tidak memiliki apa-apa untuk disajikan. Mereka merasa tidak enak dan ewuh pakewuh teradap tamu, tetangga dan keluarga lainnya. Mereka lebih memikirkan orang yang masih hidup (yang sebenarnya tidak terlalu dipikirkan ketimbang mengurus si mayit). Akibatnya jalan Hutang yang dipilih. Lalu siapa yang harus disalahkan???
Bagaimana dengan Fidyah? Bagaimana dengan beras yang dibagikan kepada para tertagga untunk dan atas nama almarhum/mah. Itu juga tradisi. konon kabarya, ada sebagian masyarakat yang mengganggap bahwa untuk meluruskan dan membantu almarhumah dalam menghadpi alam kubur, diperlukan fidyah untuk memurnikan nilai ibadahnya. mungkin masih bolong-bolong,. kata mereka.
Rasulullah SAW dalam sebuah haditnys bersabda,
Idz-dzaamatabnu Adama inqothoa illa min tsalastin. shodawotin zariyatin. au-ilmin yantafulah awaladun sholihin yad’ulahu.
sesungguhnya ketika Anak Adam meninggal dunia, maka putus suduah segala amal ibdahnya kecuali tiga perkara 1. amal jariah 2. ilmu yang bermanfaat 3. anak yang sholeh yang selalu mendoakannya.
Dalam nash yg berbeda (baik asbab maupun tujuannya) Allah berfirman,
Yaa Ayyuhannas. Ittaqullah haqotuqotii. Walaa tamutunna illa waantum muslimuun.
Wahaai Manusia. bertaqwalah dengan sebenar – benar taqwa. dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan ber-Islam (berserah diri).
Artinya apa?
Bahwa tugas manusia adalah beribadah kepada Allah SWT dalam berbagai aspek kehidupan. Ibadah dalam pengertian yang universal. bukan hanya sekedar rutinitas ritual. (Ad-Dzariat : 56). Jika tugas kemanusiaan selesai dilaksanakan, maka selesailah sudah. Ketika Allah memanggil melalui Malaikat Izraoil, secara phisik dan ruhani dia sudah menyelesaikan tugas-tugasnya. Jasad yang ditinggalkan di dunia ini menjadi kewajiban (Kifayah) kaum muslimin lainnya. Keluarganya mengurus jenazahnya. Memandikan, mengkafani, men-sholatkan dan menguburkan. Lebih afdhol bila yang melakukan semua itu adalah keluarga (anak, isteri/suami dan cucu-cucunya). Namun karena keterbatasn tenaga dan waktu, maka sangat dianjurkan kaum muslimin lainnya, terutama yang terdekat (tetangga) untuk memmbantu meringankan bebannya.
Dalam syariat tersebut tidak sedikitpun disebut kata-kata menjamu tamu takziah dengan hidangan, makanan, minuman dan beras/makanan pokok. Tidak juga kata memberikan fidyah. Yang akan membantu si mayit dalam menghadap Allah hanya Amal perbuatannya selama di dunia, ilmunya yang pernah disebarluaskan dan berguna bagi masyarakt dan anak-anak yang telah dididiknya sehingga menjadi anak yang sholeh. Karena Islam tidak mengenal dosa warisan, tidak mengnal dosa ‘gadai’, maka kewajiban ritual si mayit yang telah lalu tidak perlu ditebus dengan fidyah.
Tanpa bermaksud menggurui, alangkah lebih baik bila tradisi ......................tersebut diubah formatnya menjadi :
1. Takziah adalah sunnah. Sementara tahlilan (1hari, 3hari, 7 hari) adalah tradisi. Maka Takziah tetap dilaksanakan. Sementara tradisi tahlilan silakan diteruskan jika memang diyakini sebagai suatu ibadah, dengan catatan keluarga korban tidak perlu ‘menggelembungkan ewuh pakewuh’. tidak perlu memaksakan diri untuk menyediakan hidangan, makanan dan minuman. jug amplop-amplop.
2. Jika memungkinkan, seluruh kebutuhan biaya penguburan, surat administrasi kematian dan kebutuhan phisik untuk tamu takziah dan tahlil ditanggung oleh tetangga dan atau saudara sekitar keluarga duka. Kecuali jika memang keluarga duka adalah orang ber-punya yang dapat melakukan banyak hal dengan kemampuannya (hartanya, kekuasannya, dll)
Altrnatif penaggulangan :
1. Setiap lingkungan, RT/RW ataupun karanbg taruna membentuk tim/lembaga/paguyuban urusan kematian. mencari dana (baik internal lingkuangan atupun donatur) dan aktiftas pengurusan kematianlainnya.
2. Tim/peguyuban/lembaga urusan kematian tersebut kemudian bekerja sama dengan remaja/pemuda masjid.musholla/pengajian setempat untuk mengurusi masalah yang berhubungan dengan ibdah ritual/keyakinan seperti prosesi hak si mayit untuk di mandikan, dikfani, disholati, dikuburkan dan (jika memang diyakini) tahlil
3. Jika semua itu dilakukan dengan baik dan saling melengkapi, Insya Allah, tidak ada lagi kelurga duka melkukan pinjaman-hutang hanya untuk rasa tidak enak ‘ewuh pakewuh’. jangan sampai ada lagi keluaga duka, mengabaikan si mayit karena tidak mampu/malu mengundag tetangga untuk takziah dan mengurusi hak si mayit. dan jangan ada lagi keluarga duka mencari beras dengan mengabaikna si mayit hanya untuk berfidyah.
Tulisan ini tidak sedikitpun bermaksud untuk menggurui, namun lebih sekedar untuk bebagi ucapan, diskusi dan saling taushiyah dengan kebenaran. wallahu’alam.
salam ukuwah elha
16.05.2008
5 komentar:
ADA ya yang mau nyusahin diri padahalan lagi susah. seharusnya memang tidak perlu seperti itu
gw gak nyangka ada orang yg perhatikan hal itu. bang elha layak pakai nama fals jadi bang elha fals.
cocok bang elha fals. se7 se8 se9
bang elha kok gw pernah deh mengalami seperti yg abang tulis. wah perlu di sosialisasikan nih banga
ADA ya yang mau nyusahin diri padahalan lagi susah. seharusnya memang tidak perlu seperti itu
benar. di jakarta wong mati saja susah apalagi hidup. tapi setuju dengan bang elha kita harus bersyukur. rudy medan
Posting Komentar