Sabtu, 28 November 2009

SAYANG YA…BERKURBAN TAPI SIA-SIA

SAYANG YA…BERKURBAN TAPI SIA-SIA

By elha – 29.11.2009 dari berbagai sumber

‘Betapa banyak mereka yang semangat berkurban, mengumpulkan uang untuk memberli hewan kurban….bukan ganjaran yang diraih, namun justru kesia-siaan….’.

---oooOooo---

“Bi, kalo di kampungku, kambing kurban ga boleh ditawar. Katanya kurbannya ga sah. Bener ga, Bi..?” Tanya seorang di ujung telepon yang berasal dari Surabaya

“hehehe…rujukan mereka itu hadits, atau katanya-katanya….?” Jawabku balik Tanya

“….Yaa..katanya-katanya, Bi….” Jawabnya

“…hehehehe…kalo gitu ga usah di ikutin. Islam itu agama Ilmu, agama rasional (kecuali soal wahyu & ghoib) bukan agama katanya-katanya….” Jelasku

“Jadi gimana, Bi…?” tanyanya lagi meminta keyakinan

“Jika tidak ada dasar hukumnya, tinggalkan….” Jawabku singkat

Kurban initinya memberikan sebagian (harta) kita kepada mereka yang berhak menerimanya, dalam bentuk hewan kurban yang disyariatkan seperti Onta, Sapi, Kambing, Domba dan Ayam. Rasulullah SAW tidak menyebutkan mengenai harga hewan kurban tersebut. Tidak pula dijelaskan tentang transaksi dan tawar menawar harga. Karena memang yang menjadi rukun utama kurban adalah hewan kurban itu sendiri yang harus memenuhi syarat kurban diantaranya sehat, sempurna (tidak cacat), dan dewasa.

--atau istilah orang Betawie, ‘Udeh Kupak (ompong)’---

Sementara mengenai varian lainnya seperti pemeliharaan hewan kurban, pembelian hewan kurban dan tawar menawar dalam transaksi mengacu pada ketentuan mu’amalah. Bagaimana itu? Ya, sah-sah saja. Apakah kita bersedia membeli kambing kurban seharga 200% dari harga sebenarnya? Ataukah kita tidak diperkenankan menawar hewan kurban yang dijual dengan harga selangit…? Jika seperti itu siapa yang akan berkurban? Mungkinkah ini hanya trik dan tak-tik dari oknum pedagang atau spekulan yang ingin mengeruk keuntungan dari semangat syariat ummat yang ingin berkurban?

Islam itu agama mudah, agama rasional (kecuali untuk hal-hal yang ghoib) dan jangan dipersulit. Kembalikan semuanya kepada dasar hukum Islam, yiatu Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Bukan katanya-katanya. Bukan pula kata dia, kata si anu, kata si fulan..hehehehe

Nah, yang menjadi focus perhatian kita saat ini adalah mengenai tradisi dan kebiasaan yang justru melanggar syariat. Dan ini terjadi di depan mata kita.

Pernahkah kita melihat kalau kulit kurban di jual oleh panitia atau si pekurban dengan alasan tertentu? Atau adakah kita menyaksikan oknum tukang ‘jagal’ mengambil kepala hewan kurban?

Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda Man baa’a jilda udhiyyatihu fa-laa udh-hiyyata lahu”…. Barangsiapa menjual kulit kurbannya, maka tidak ada [pahala] kurban baginya…. (HR. Al-Hakim & Al-Baihaqi)

(Hadis ini shohih menurut Imam Suyuthi ---Al-Jami’ Ash-Shaghir, II/167--)

Tidak boleh hukumnya menjual kulit hewan kurban. Demikianlah pendapat jumhur ulama tiga mazhab (Imam Maliki, Syafi’i, dan Ahmad) (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, I/352; Qadhi Shafad, Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf Al-A’immah, hal. 85).

Hukum ini berlaku bagi si pekurban (al-mudhahhi/shahibul kurban) dan mereka mewakili pekurban, seperti panitia kurban, pengurus masjid atau coordinator di perusahaan atau ormas tertentu. Karena hukum Islam tidak membedakan pangkat, golongan, jabatan dan status sosial. Selain itu hak dan status kepemilikan hewan kurban bagi si pekurban hilang/berakhir setelah hewan kurban itu di sembelih.

Ah, itu kan kulit doing. Kalau kepala sih gak apa-apa kan? Mungkin pertanyaan ini segera menyergap benak kita.

Ocre. Baiklah. Mari kita simak sedikit saja Sab Rasulullah SAW dari Ali bin Abi Thalib RA

”Rasulullah SAW telah memerintahkan aku (Ali bin Abi Thalib) mengurusi unta-unta beliau (hadyu) dan membagikan daging-dagingnya, kulit-kulitnya…untuk kaum miskin. Nabi memerintahkanku pula untuk tidak memberikan sesuatu pun darinya bagi penyembelihnya (jagal) [sebagai upah].” (Muttafaq ‘alaihi) (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, IV/95)

Jelas bukan. Baik kulit ataupun kepala hewan kurban sama statusnya dengan daging, tulang, kaki dan jeroan. Semuanya bagian dari kurban yang harus dibagikan kepada mereka yang berhak menerimanya.

“Bi, kalau yang berkurban boleh ga minta bagian untuk dimakan….?” Tanya suara di ujung telpon lagi

“Emang kamu doyan daging…katanya vegetarian…sukanya daun-daunan…termain daun pintu..hehehehe”

“Ah Abi…boleh gak..?”

“Boleh…gak masalah. Kita harus membedakan kurban dengan zakat dan shodaqoh. Dasar hukumnya sangat berbeda. Perlakuannya juga pasti beda…….Si Pekurban boleh memakan daging kurban dari hewan kurban miliknya….Imam Muslim meriwayatkan dalam salah satu hadistnya bahwa si pekurban diperkenankan memakan/menyimpan daging kurban untuk tiga hari (secukupnya dan tidak berlebihan)”

Haditsnya, Dari Abdullah bin Buraidah ra, dari bapaknya, katanya Rasulullah bersabda “Dahulu aku pernah melarang kamu berziarah kubur, maka sekarang ziarahlah. Aku pernah melarang kamu memakan daging kurban lebih dari tiga hari, sekarang simpanlah sekedar dari yang kamu butuhkan…” (HR. Muslim, Hadits ke 1917, Kitab Hadits Muslim)

Atau Hadits dari Aisyah RA. Aisyah RA meriwayatkan bahwa orang-orang Arab Badui pernah datang berombongan minta daging kurban pada saat Idul Adha. Rasulullah SAW lalu bersabda,”Simpanlah sepertiga dan sedekahkanlah sisanya.”

Silakan juga kunjungi situs kami di www.jangankedip.blogspot.com

Jika masih ada yang ingin berdikusi atopun sekedar numpang lewat dan bertanya, silakan kita gunakan jalur FB di abi elha (email : abilukman@yahoo.co.id ). Atau HP di 08180.869.7786

Salam ukhuwah

elha




Baca Selengkapnya......

Senin, 23 November 2009

Sah-kah, Pembagian Daging Kurban Dibuat Kornet??

Trend masa kini

Sah-kah, Pembagian Daging Kurban Dibuat Kornet??

By elha 051208..diolah dari berbagai sumber


“Bi, boleh gak ber-kurban di xxxx, yang pendistribusiannya dalam bentuk kornet.?...” tanya isteriku satu ketika

“Kita dapet bagian gak…?” tanyaku balik bertanya

“Kita punya hak 15 kaleng kornet…..” jawab isteriku

“Menurut syariat, itu sah….sesuai rujukan ‘ulama” jawabku

Penulis banyak mendapat pertanyaan seperti tsb diatas….

---ooOoo---

Akhir-akhir ini tingkat penjualan hewan kurban relatif menurun. Banyak pedagang kambing yang mengeluh karena menurunnya pemasukan mereka. Selain karena resesi ekonomi global, juga dipicu oleh maraknya pelaksanaan kurban cara baru, yaitu melalui system kemasan (kornet). Lebih praktis dan tahan lama serta instant bagi si pe-kurban.

à bukankah masyarakat kita senang dengan yang serba instant. Mie instant, idola instant, artis juga instant. Bahkan peng-kaderan seorang da’i/ustadz kadang juga dengan cara yang instan

Bagaimana hukum dan syariatnya?? Syah-kah??

KH Ma’ruf Amin, salah seorang pengurus PBNU, yang juga ketua Komisi Fatwa MUI Pusat membolehkan pengiriman daging kurban siap saji (baca : dalam bentuk kornet, dll), asalkan penyembelihan dilakukan pada masa hari tasyrik (tanggal 10 – 13 Dzulhijah).

"Jika sudah melewati batas masa tasrik, namanya sodaqoh," ujar KH. Hasyim Muzadi, Ketua Umum PBNU.

Pertimbangan lain mengirimkan daging siap saji menruut Hasyim adalah faktor sosial. Berdasarkan pemantauan PBNU, saat ini masyarakat korban bencana gempa dan tsunami kekurangan peralatan masak. Sehingga dikhawatirkan mereka kesulitan untuk memasak daging qurban ini. Dengan memberikan daging siap saji, masyarakat Aceh tak perlu
repot memasak. "Bisa langsung dimakan, dengan atau tanpa dipanaskan" tutur Hasyim.

Nabi SAW bersabda,Wahai penduduk Madinah, janganlah kamu memakan daging kurban di atas tiga hari.” Lalu orang-orang mengadu kepada Nabi SAW, bahwa mereka mempunyai keluarga, kerabat, dan pembantu. Maka Nabi SAW bersabda,[Kalau begitu] makanlah, berikanlah, tahanlah, dan simpanlah!” (HR Muslim; Imam Nawawi, Syarah Muslim, 5/115).

Berdasarkan rujukan hadits tsb, menyimpan (iddikhar) daging kurban diperbolehkan sepanjang dan bergantung pada ‘illat (alasan penetapan hukum), yaitu ada tidaknya hajat. Jika tidak ada hajat, tidak boleh menyimpan. Jika ada hajat, boleh. Imam Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla 6/48 berkata,”Larangan menyimpan daging kurban tidaklah di-nasakh (dihapus), melainkan karena ada suatu ‘illat. Jika ‘illat itu hilang, larangan hilang. Jika illat itu ada lagi, maka larangan pun ada lagi.”

Dengan demikian, boleh menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari, jika ada hajat. Kalau hajat ini tidak ada, tidak boleh menyimpan.

Kornet dapat di-analog-kan (dikategorikan) dalam iddikhar, menyimpan dalam waktu lebih dari tiga hari, karena kebutuhan.

Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam pendistribusian hewan kurban dalam bentuk kornet adalah sbb :

1. Waktu penyembelihan harus tetap pada hari Tasyriq (tanggal 10-13 Zulhijjah), yaitu setelah Sholat Idul Adha s.d sebelum Maghrib tgl. 13 Zulhijjah.

Hadits Rasulullah SAW,Setiap sudut kota Makkah adalah tempat penyembelihan dan setiap hari-hari tayriq adalah [waktu] penyembelihan.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Thabrani, dan Daruquthni).

Pendapat Imam Syafi’i mengenai masalah ini ”Jika matahari telah terbenam pada akhir hari-hari tasyriq [tanggal 13 Zulhijjah], lalu seseorang menyembelih kurbannya, maka kurbannya tidak sah.”

2. Adanya hajat sebagai dasar penyimpanan daging kurban lebih dari tiga hari. misalnya masih adanya kaum muslimin yang miskin, menderita kelaparan, jarang makan daging, tertimpa bencana, dan sebagainya

à contoh mengenai masalah ini antara lain peristiwa bencana alam tsunami 2004 dan gempa Jogja 2005, dimana para korban lebih membutuhkan makanan instan.

PBNU, sebagai salah satu Ormas Islam terbesar di tanah air, pernah membahas masalah ini. Selain hukum syariat, mereka mempertimbangkan :

* Faktor keadilan. Dengan memproses menjadi daging siap saji, PBNU mempunyai waktu untuk mendistribusikan daging kurban ke daerah-daerah yang sulit dijangkau.

Namun KH. Hasyim Muzadi mengakui secara syariah, daging kurban memang seharusnya diberikan dalam bentuk daging segar. Untuk pemberian dalam bentuk daging matang baru boleh diberikan untuk keperluan Aqiqah.

Wallahu a’lambishowab




Baca Selengkapnya......