Selasa, 18 Agustus 2009

AKU MAU JADI DOKTER BIAR MASUK SURGA

AKU MAU JADI DOKTER BIAR MASUK SURGA

By elha – pengamat sosial pinggiran

.

“Bi, aku klo udah besar mau jadi dokter….” kata anakku yang paling kecil

“klo jadi dokter aku bisa masuk sorga...” katanya lagie melanjutkan.

--masuk surga….apa hubungannya pikirku dalam hati. Kok abis shubuh ngomongin gituan---

.

“Ai, emang klo mau masuk surga harus jadi dokter?” tanyaku penuh kasih sayang

“Idiih abi gak tahu seeh…kalo jadi dokter aku bisa ngobatin umi ama abi. Aku bisa ngobatin orang lain. Nanti Allah seneng. Terus bukain pintu surga deh buat aku” katanya menjelaskan, dengan gaya bahasa khas bocah kecil.

.

Aku terkejut. Loh, perasaan anakku masih berusia empat tahun deh. Kok bisa ya menjelaskan seperti itu. Yaah, meskipun dalam bahasa yang sangat sederhana, khas seorang anak, namun isinya padat, berisi, sintal..hehehehe.. Jelas dan tegas.

.

“Abi gak tahu ya,…neh aku kasih tahu. Dokter khan di sini (sambil menggerakkan kedua tanggannya ke bawah), pintu sorga di sini (tangannya menunjukkan kearah atas), ..nah Allah disini deh (tangan kanannya menunjukkan posisi paling tinggi)…kalau Allah mau, dokter dimasukin ke sorga. Dokter yang suka ngobatin orang…” jelasnya lagie.

.

---oooOooo---

Aku berfikir sejenak. Kadang kita, sebagai orang dewasa atau yang merasa dewasa, selalu merasa paling benar. Menyalahkan anak-anak kita. Menghukum mereka dengan hukuman yang kita sendiri juga tidak mengerti apa maksudnya.

.

Kita seolah orang suci. Manusia maksum, yang terhindar dari segala dosa, sehingga punya hak untuk melakukan semua itu. Ada diantara kita menempatkan dirinya seperti Nabi. Seperti seorang Rasul, sehingga kita bebas berbuat semaunya. Tidak boleh ada yang menghalangi. Padahal Rasulullah SAW, yang dimaksumkan (disucikan oleh Allah), yang namanya menggetarkan Malaikat penghuni akhirat, masih mau mendengar Taubat seorang Pendosa. Memberi makan seorang Nenek buta berbangsa Yahudi, dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Hingga nenek Yahudi itu kemudian mengikuti jejak Rasulullah, dan mengucapkan dua kalimat syahadat, ketika mengetahui yang selama ini menyuapinya makan adalah Rasulullah, orang yang paling dibencinya.

.

Banyak diantara kita memiliki keyakinan yakin bahwa mereka sudah di’booking’kan tempat oleh Allah di Surga sana (Al-Jannah), sehingga bisa menafsirkan makna kebenaran berdasarkan ‘tirani akalnya’, boleh menegur orang lain yang tidak sesuai dengan keyakinannya, hatta dengan cara kekerasan sekalipun.

.

Kita merasa sudah mendapatkan posisi di Jannatul Firdaus, surga teratas, sehingga bisa melukai orang lain, menyakitinya, bahkan membunuhnya.

.

Kita seolah sebagai ‘Sang Pencipta’ yang dapat mencabut nyawa orang lain yang kita kehendaki. Padahal sejatinya kita telah mencoba merebut Hak Allah. Padahal sekali-kali tidaklah kita tidak akan mampu melakukannya.

.

---oooOooo---

.

Aku merenung sejenak. Mengapa banyak pihak yang mengklaim dirinya paling benar? Mengapa ada orang yang menggunakan kekerasan untuk meraih simpati publik? Mengapa ‘mereka’ sengaja mempertontonkan kekuasaannya hanya untuk menakuti bawahan? Mengapa pula seorang pemimpin harus ‘memamerkan’ kekuatannya hanya agar sang rakyat takut?

.

Ah, mengapa pula ada yang membunuh orang lain dengan dalil keyakinan? Kok tega ya ada mangaku Guru agama, sekte tertentu, yang mengajarkan ‘sex bersama’ sebagai sarana ibadah?

.

Demi Sorga kah? Atau demi kepentingan sesaat kah? Mereka semua sudah menodai dirinya, agamanya dan negaranya..

Bukankah kalau sorga tujuan kita, seorang bocah kecil sudah menunjukkan (atas kuasa Allah) bahwa dengan menolong orang (menjadi dokter) Allah akan menolong kita dan menghadiahi kita dengan JannahNya.

.

Jihad? Ingatkah kita bahwa akar kata Jihad adalah Jahadaa – Yujahiduu – Jihadaan. Yang artinya bersungguh-sungguh. Berupaya untuk mendapatkan sesuatu dengan sungguh-sungguh, dalam artian yang sangat positif. Bukan untuk melukai, kecuali bila kita di perangi

.

Allahu Akbar. Aku kembali belajar dari seorang anak kecil, seorang bocah berumur 4 tahun

Terima kasih anakku, Ahmad Fachri Ash-Shiddiqi. Damai Indonesiaku.

.

.

Salam damai- salam ukhuwah

elha. 19.08.2009

---artikel ini adalah lanjutan dan penutup dari artikel “Terima kasih sudah membuat kami sadar” --- atau bisa ditulis “Terima kasih sudah membuat kami sadar” (bag ke-2...habis)--




8 komentar:

Anonim mengatakan...

Comment:
tulisan yang bagus. sekaligus kritik untuk Depdiknas dan Depag: kuliah kedokteran sekarang nauzubillah mahalnya... apakah hanya orang2 kaya saja yang berhak masuk surga?

waspadalah... dengan kebijakan SPP yang melangit seperti ini, Universitas, Depdiknas, dan pemerintah telah menjadi pencipta segregasi sosial yang sangat parah; pencipta kesenjangan sosial ekonomi; sehingga hanya golongan kaya yang bisa menikmati pendidikan berkualitas. tidak jauh berbeda dengan pemerintah Hindia Belanda dulu yg membatasi pendidikan hanya bagi kalangan ningrat dan kaum Belanda saja. akibatnya, muncul kecemburuan sosial, frustrasi, dan--hasil akhirnya--anarki dan terorisme.

"tidak beriman orang yang tidak menghormati yang tua dan menyayangi yang lebih kecil" sabda Nabi Muhammad saw. Mari kita hormati pahlawan kita yg lebih tua (kini, anak Douwes Dekker--pahlawan nasional kita--terbaring sakit dalam kondisi miskin tak punya biaya; baca liputan utama majalah kartini bulan ini). dan sayangi anak-anak bangsa kita yang kecil-kecil: kecil usianya, kecil status sosial-ekonominya. kita angkat mereka, demi kesejahteraan bersama.

You can see all comments on this post here:
http://kompas.com/public.kompasiana.com/2009/08/19/aku-mau-jadi-dokter-biar-masuk-surga/#comments

Anonim mengatakan...

You can see all comments on this post here:
http://public.kompasiana.com/2009/08/19/aku-mau-jadi-dokter-biar-masuk-surga/#comments

samini sumarni,
— 19 Augustus 2009 jam 1:12 pm

Semoga kelak dik Achmad Fahri menjadi orang yang betul-betul dapat menolong dan mengamalkan ilmunya bagi sesama

Anonim mengatakan...

You can see all comments on this post here:
http://public.kompasiana.com/2009/08/19/aku-mau-jadi-dokter-biar-masuk-surga/#comments


andrianieffendy,
— 19 Augustus 2009 jam 12:11 pm

Assalamu alaikum Kang Elha, indah sekali tulisan kang Elha ini… Membuat saya tersanjung dengan profesi sebagai dokter gigi, yang Insya allah bisa berguna buat masyarakat dan beramal untuk tabungan di akhirat.
Namun, menurut saya, apapun profesi seseorang pada akhirnya tergantung bagaimana dia menjalankan nya nanti. Banyak dokter yang sudah sukses dengan prakteknya, malah berharap biaya pengobatan yang tinggi dari pasiennya. Alih-alih mengerti keadaan pasien, sang dokter malah berujar:” Ini sudah tuntutan, kan sekolah dokter nya juga mahal, biaya pengadaan praktek, ijin dlsb nya juga butuh duit. Wajar aja pasien membayar seperti itu”…Nah…
Ini realitas kang Elha, mudah2an dan Insya Allah dalam menjalankan praktek saya nantinya tidak terjebak dengan paradigma seperti itu.
Sekali lagi, beramal dengan ilmu yang kita miliki secara ikhlas, juga merupakan pintu2 menuju surga yang indah..
Wassalam

Anonim mengatakan...

Novy,
— 19 Augustus 2009 jam 11:28 am

Nice…..
Ternyata kepolosan seorang bocah mampu menyadarkan qta….

vienavista, mengatakan...

vienavista,
— 19 Augustus 2009 jam 11:24 am

Hendaknyalah kita belajar dari kepolosan anak-anak. Terima kasih pak Elha atas postingannya. Sejatinya surga di dunia ini ada pada diri kita masing-masing. Bila pikiran, tindakan kita mengarah kepada kebaikan itulah surga dunia. Bila pikiran, tindakan kita mengarah kepada kenistaan itulah neraka dunia.

andrianieffendy, mengatakan...

Comment:
Assalamu alaikum Kang Elha, indah sekali tulisan kang Elha ini... Membuat saya tersanjung dengan profesi sebagai dokter gigi, yang Insya allah bisa berguna buat masyarakat dan beramal untuk tabungan di akhirat.
.
Namun, menurut saya, apapun profesi seseorang pada akhirnya tergantung bagaimana dia menjalankan nya nanti. Banyak dokter yang sudah sukses dengan prakteknya, malah berharap biaya pengobatan yang tinggi dari pasiennya. Alih-alih mengerti keadaan pasien, sang dokter malah berujar:" Ini sudah tuntutan, kan sekolah dokter nya juga mahal, biaya pengadaan praktek, ijin dlsb nya juga butuh duit. Wajar aja pasien membayar seperti itu"...Nah...
.
Ini realitas kang Elha, mudah2an dan Insya Allah dalam menjalankan praktek saya nantinya tidak terjebak dengan paradigma seperti itu.
.
Sekali lagi, beramal dengan ilmu yang kita miliki secara ikhlas, juga merupakan pintu2 menuju surga yang indah..
Wassalam

Anonim mengatakan...

tantripranash,
— 19 Augustus 2009 jam 9:36 am

Nice post di pagi cerah ini Pak Elha …
Salam cubit untuk adik Ahmad … guru saya hari ini ….

You can see all comments on this post here:
http://public.kompasiana.com/2009/08/19/aku-mau-jadi-dokter-biar-masuk-surga/#comments

Anonim mengatakan...

justice,
— 19 Augustus 2009 jam 9:05 am

Renungkanlah segala tindakan2 manusia dengan menggunakan hati nurani.
Kasih itu tidak mengenal batas. Dan percayalah ada ajaran yang mengajarkan bahwa “jika ada yang menampar pipi kanan, berikanlah pipi kirimu”.


You can see all comments on this post here:
http://public.kompasiana.com/2009/08/19/aku-mau-jadi-dokter-biar-masuk-surga/#comments